Alferd merupakan pemilik lahan yang sah dengan bukti Sertifikat Hak Milik Nomor 740, 747, 746 dan 739 di Jalan Pulau Kalimantan, Kampung I SKIP, Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Belakangan, tanah seluas kurang lebih 6 ribu meter persegi juga diakui milik Pertamina dan pemerintah.
Alferd tidak terima dan mengajukan gugatan ke PN Tarakan. Yaitu Tergugat I PT Pertamina EP Asset V Tarakan Field, Tergugat II Menteri Keuangan Republik Indonesia. Adapun turut tergugat yaitu Kantor Pertanahan Kota Tarakan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Tarakan.
Alferd awalnya kalah di tingkat pertama. Pada 20 Agustus 2019, PN Tarakan menolak gugatan Alferd. PN Tarakan menyatakan sertifikat tanah Alferd tidak memiliki kekuatan hukum. PN Tarakan juga memerintahkan siapa saja yang mendapat hak dari pada mereka untuk mengosongkan serta menyerahkan lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa dalam keadaan seperti semula (tanah kosong) kepada para Pertamina tanpa syarat.
Alferd tidak terima dan mengajukan banding. Keadaan berbalik. Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda menyatakan Alferd lah yang berhak atas tanah itu.
"Menyatakan secara hukum Terbanding I semula Tergugat I Konpensi/Penggugat I Rekonpensi dan Terbanding II semula Tergugat II Konpensi/Penggugat II Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Pembanding semula Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi; Menyatakan dan menetapkan secara hukum bahwa Pembanding semula Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi pemilik sah atas 4 bidang tanah tersebut," putus PT Samarinda sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Samarinda, Rabu (30/10/2019).
Selain itu, PT Samarinda juga menghukum Kemenkeu untuk menghapus tanah milik Alferd dari daftar Barang Milik Negara (BMN). Duduk sebagai ketua majelis Sutoyo dengan anggota Arthur Hangewa dan Suprapto.
"Ketentuan Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan," demikian pertimbangan majelis tinggi.
Berdasarkan pembuktian, tanah yang disengketakan adalah milik Alfred Wijaya yang dibeli pada tahun 1977 dari Kadir, Rasiman, Bejo dan Tirta. Adapun bukti yang disodorkan Pertamina bukan merupakan dasar kepemilikan hak atas tanah dan sepatutnya tidak dipertimbangkan.
"Telah menjadi fakta yang tak terbantahkan yaitu Pertamina dan Kemenkeu tidak dapat membuktikan terjadinya kerugian Negara akibat perbuatan Alferd. Tidak ada pemeriksaan atau laporan audit yang dapat diajukan untuk membuktikan terjadinya kerugian Negara tersebut," ujar majelis tinggi dengan suara bulat.
Jika anda tertarik, silahkan kunjungi situs resmi kami di http://dapatkiu.me.
Posting Komentar