Jakarta -
Keberadaan Wakil Menteri dinilai pemborosan
dan tumpang tindih dengan struktur kementerian. Alhasil, posisi Wakil
Menteri itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan diminta dihapus.
Gugatan ini diajukan oleh warga Petamburan, Jakpus, Bayu Segara. http://dapatkiu.me/
Melihat
adanya penambahan jabatan wakil menteri setelah Presiden melantik 12
Wakil Menteri tanpa ada alasan urgensitas yang jelas, tentunya suda
tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 79/PUU/IX/2011," kata Bayu yang
tertuang dalam permohonan sebagaimana dilansir website Mahkamah
Kontitusi (MK), Rabu (27/11/2019).
12 Wamen yang dimaksud adalah:
1. Wakil Menteri Luar Negeri: Mahendra Siregar
2. Wakil Menteri Pertahanan: Sakti Wahyu Trenggono
3. Wakil Menteri Agama: Zainut Tauhid
4. Wakil Menteri Keuangan: Suahasil Nazara
5. Wakil Menteri PUPR: John Wempi Wetipo
6. Wakil Menteri LHK: Alue Dohong
7. Wakil Menteri Perdagangan: Jerry Sambuaga
8. Wakil Menteri Desa PDTT: Budi Arie Setiadi
9. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang: Surya Tjandra
10. Wakil Menteri BUMN 1: Budi Sadikin
11. Wakil Menteri BUMN 2: Kartika Wirjoatmojo
12. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Angela Tanoesoedibjo
Bayu yang sehari-hari bertugas sebagai Advokat itu menggugat Pasal 10 UU
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang berbunyi: http://dapatkiu.me/
Dalam
hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus,
Presiden dapat mengangkat Wakil Menteri pada kementerian tertentu.
"Petitum.
Menyatakan Pasal 10 UU Nomor 39 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum
Bayu.
Menurut Bayu, tugas Wakil Menteri sesungguhnya merupakan tugas yang
telah dan dapat dijalankan oleh pejabat yang ada dalam struktur
organisasi kementerian yang diatur dalam Pasal 9 UU Kementerian Negara.
Selain itu, seharusnya Wakil Menteri diatur dalam UU tersendiri. Dengan
tidak diatur dalam UU tersendiri, maka posisi Wamen dapat menimbulkan
kesewenang-wenangan.
"Karena memberikan kewenangan kepada Wakil
Menteri tanpa melibatkan DPR sebagai representasi wakil rakyat. Hal ini
tentunya bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana
diamanatkan pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945," ujar Bayu.
إرسال تعليق